Jumat, 22 Juli 2011

Pakar dari AS: Hati-hati Sikapi Kredit Mikro

Ahli Ekonomi dari Massachusetts Institute of Technology (MIT), Abhijit Banerjee, menilai upaya pengentasan kemiskinan global yang diusung dunia selama ini kurang tepat. Salah satu yang menjadi perhatian ekonom tersebut adalah banyaknya negara yang hanya menerapkan kebijakan kredit mikro untuk masyarakat tidak mampu padahal belum tentu cocok dengan kondisi negara itu.

"Saya kira diskusi yang kini berkembang dan memberikan dampak menyakitkan adalah kredit mikro. Awalnya ini dianggap sebagai sebuah keajaiban yang akan membuat semua orang miskin meloncat dari kemiskinannya," kata Abhijit seperti dikutip VIVAnews.com dari laman economist.com, Jumat, 22 Juli 2011.

Menurut Abhijit, hingga kini masih banyak pemerintahan yang menganggap instrumen kredit mikro sebagai salah satu kebijakann untuk mengentaskan kemiskinan. "Sangat konyol untuk memimpikan adanya satu instrumen yang membuat orang semakin sejahtera dan bisa mengentaskan kemiskinan," ujar dia.

Padahal dari hasil penelitian yang dilakukan Abhijit dan timnya, instrumen kredit mikro memang berhasil untuk sebagian negara dalam upayanya mengentaskan kemiskinan. Namun, bagi sebagian lagi, kebijakan tersebut tidak menjamin bahwa penerima kredit bisa memulai bisnis baru.

"Kami tidak akan melihat begitu saja sebuah keajaiban yang tiba-tiba. Ini lebih disebabkan oleh sebuah diskusi yang membuat orang berpikir bahwa masyarakat akan menuju ke arah situ (sejahtera)," katanya.

Pada penelitian tersebut, Abhijit memilih 100 orang yang dibagi dalam dua kelompok. Pada kelompok pertama, masyarakat miskin diberikan kredit mikro sebagai upaya keluar dari kemiskinan. Kelompok miskin lainnya sengaja tidak diberikan fasilitas kredit mikro.
Layanan Kesehatan
Abvhijit juga mengungkapkan masih banyaknya kesalahan lain yang dibuat  sejumlah negara dalam upayanya mengentaskan kemiskinan global. Kesalahan lain adalah pemahaman yang keliru mengenai layanan kesehatan bagi masyarakat tidak mampu.

Selama ini, banyak negara menganggap kemiskinan muncul karena kurangnya layanan kesehatan karena mahalnya biaya atau akses masyarakat miskin ke sektor kesehatan.

Nyatanya, di kawasan Asia Selatan, masih banyak masyarakat yang bisa menyentuh layanan kesehatan lebih baik namun tingkat kesejahteraannya tidak terlalu tinggi. 

"Disana banyak masyarakat menggunakan layanan kesehatan. Rata-rata mereka menggunakan layanan kesehatan 6 kali dalam stahun, ini sama sekali tidak masuk dalam kisaran rata-rata. Ini angka yg sangat besar. apalagi mereka tidak datang ke layanan kesehatan masyarakat melainkan ke layanan kesehatan swasta,: ujar Abhijit.

Melihat kondisi tersebut, Abhijit mengusulkan agar negara atau pemangku kebijakan lebih selektif dalam menerapkan kebijakan yang tepat dalam upaya pengentasan kemiskinan. Alasannya, masih banyak negara yang terikat dengan kebijakan yang pernah dibuat oleh negara lain.

"Pemangku kebijakan harus skeptis terhadap apa yang disarankan orang lain. Saya kira penting juga untuk mengetahui mengapa orang lain mengusulkan hal tersebut," ujar Abhijit.